TV dan Anakku
Masih
teringat dalam kenangan, seperti baru terjadi di hari lalu. Saya adalah
seorang ibu dari 4 anak yang sekarang sudah besar-besar dan mempunyai
karier masing – masing yang boleh dikatakan hebat.
Di
luar jendela rumah terlihat rintik–rintik hujan membasahi halaman rumah
yang sangat besar, kembali teringat anak-anakku
dulu sangat suka mandi hujan dan selalu kena pukul papanya selepas itu.
Dulu,
ya dulu sangat susah, sangat miskin, sangat serba kurang, keempat anakku
maish kecil-kecil, si sulung udah kerja jaga toko selepas pulang sekolah,
papa dagang kecil-kecilan, kami selalu percaya keadaan akan membaik, dan
benar. Keadaan menjadi membaik, uang kami kumpulkan sedikit demi sedikit.
Akhirnya kami sekeluarga membeli sebuah TV
14 inch ini merupakan harta yang paling mahal di rumah kami, setiap
malam kami kumpul di depan TV ini sambil nonton, sambil ngobrol, sambil
marahin anakku yang lupa bikin PR, sambil makan di depan TV. Kebersamaan
keluarga benar-benar tercipta saat itu, hanya ada sebuah istilah “BAHAGIA”
di hatiku.
Papa
makin tua, anak makin besar, semuanya mempunyai kesibukan masing-masing.
Waktu mengalir sederas hujan
di luar. Anak-anakku makin besar, berkarier. Kamar
mereka Sekarang sudah dilengkapi TV dan VCD player yang canggih.
Mereka tidak lagi nonton bersama papa dan mama lagi.
Sekarang
papa sibuk dengan kegiatan karaokenya, anak-anak sibuk dengan TV kamarnya,
dan aku sibuk melamun sambil ditemani rintikan hujan waktu.
Anak
sulung ku mulai berkeluarga, rumah baru, satu-satunya barang yang dia
bawah adalah TV kamarnya, dia ingat bawa Tvnya tetapi lupa bawah sweter
yang pernah aku jahit untuknya. Hanya “SEDIH” yang ada di
hatiku sekarang.
Dua
bulan berlalu, saya bertanya kepada si sulung, mana TV nya, dia menjawab
dengan senang di rumah baruku, dan saya kembali bertanya di mana sweterku,
dia, kebingungan dan akhirnya matanya memerah dan hanya tangis sesal yang
dia lantunkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar