Mitos tentang gangguan seksual
yang beredar luas di masyarakat dan dianggap sebagai suatu kebenaran.
Karena dianggap benar, maka perilaku seksual juga dipengaruhi dan
mengikuti informasi yang salah sesuai dengan mitos itu.
Salah
satu mitos tentang gangguan seksual adalah disfungsi ereksi (DE). Pria
sering menerima informasi yang salah tentang DE dan secara sembunyi
mencari penyebab serta upaya penyembuhannya.
Memahami kenyataan
tentang DE adalah komponen penting dalam upaya menghilangkan hambatan
untuk mencari kesembuhan. Maka, beberapa mitos yang terkait DE dapat
Anda ketahui.
Mitos : Kesulitan ereksi adalah hilangnya ketertarikan seks, kehilangan tenaga, atau mandul.
Fakta :
Sebagian pria dengan kesulitan ereksi masih memiliki gairah, dan
keinginan untuk mendapat orgasme dan mengalami ejakulasi cairan semen.
Kesulitan
ereksi terkait dengan kemampuan membuat atau mempertahankan ereksi dan
tidak berarti kehilangan keinginan dalam seksual atau menjadi mandul.
Mendapat kesulitan ereksi tidak berhubungan dengan kekuatan, kejantanan,
atau keinginan dari pria.
Mitos : Pria selalu ingin dan selalu siap untuk melakukan hubungan seksual?
Fakta : Bahwa pria selalu siap, mampu dan bisa melakukan hubungan seksual tidak sesederhana tampaknya.
Dalam
kehidupan nyata, kelelahan fisik atau berpikir keras mengenai pekerjaan
dan keluarga bisa memengaruhi gairah pria, dan kegiatan seksualnya.
Berada dalam kerangka pikir yang tepat adalah penting dalam stimulasi
respon seksual pada pria.
Mitos : Pria Sejati tidak mengalami kesulitan ereksi
Fakta : Banyak
pria pada satu waktu dalam kehidupan mereka akan mengalami kesulitan
ereksi atau mempertahankannya. Hal ini dapat muncul seiring pertambahan
usia atau ras/etnis, perilaku budaya dan kebiasaan serta keyakinannya.
Sesekali
memiliki kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi bukan merupakan
masalah. Tetapi jika persoalan ini teruse berlanjut, maka akan
memengaruhi hubungan pribadi dan menjadi masalah bersama.
Mitos : Kesulitan ereksi adalah masalah pribadi
Kenyataan
: Disfungsi ereksi (DE) sesungguhnya sering terjadi pada siapapun.
Menurut American Medical Association, 10 persen dari pria mengalami DE
yang menetap. Sebagai tambahan, ada sejumlah pria yang tidak mengalami DE ternyata mengalami ereksi yang suboptimal.
Mitos : Disfungsi ereksi adalah lumrah dalam proses penuaan
Fakta : Disfungsi ereksi tidak harus dianggap sebagai hal yang nornmal untuk semua pria usia berapapun.
Sekalipun
mungkin mereka yang lebih senior membutuhkan waktu lebih lama untuk
bisa terangsang dan mungkin membutuhkan stimulasi fisik. Hal ini tidak
berarti mengalami DE yang berarti ketidakmampuan mencapai atau
mempertahankan cukup kekerasan ereksi untuk dapat melakukan aktivitas
seksual yang memuaskan.
Sekalipun DE kerap terjadi pada pria
usia tua dibandingkan dengan mereka yang muda, tetapi bukan berarti DE
adalah proses dari penuaan.
DE juga kerap terjadi pada mereka
yang berusia muda. Perubahan gaya hidup, seperti berhenti merokok,
berolahraga secara teratur, menghindari konsumsi alkohol yang
berlebihan, dan berada dalam pengawasan penyakit kronis seperti gagal
ginjal, penyakit jantung atau diabetes dapat menurunkan risiko pria
mengalami DE.
Mitos : Disfungsi ereksi adalah "berada di kepala"
Fakta :
Sebelumnya dikenal sebagai "impoten". DE merupakan topik yang tabu
dibicarakan dan secara khusus merupakan kajian bidang psikologi.
Sekalipun
DE memiliki penyebab psikologis (misalnya cemas, stres, perasaan
bersalah tentang seksual, kelelahan, masalah dalam hubungan, perasaan
terhadap pasangan, depresi, kini diketahui sekira 80 persen permasalahan
memiliki sebab yang berhubungan dengan masalah fisik).
Mitos : Disfungsi ereksi adalah problem fisik semata
Fakta : Disfungsi
ereksi adalah masalah kompleks, gabungan antara kognitif, perilaku,
emosi, sosial, dan komponen fisik. Penyebab utama DE adalah fisik
psikologis.
Dalam kaitan dengan fisik, ereksi adalah mekanisme
hidrolik yang didasari pada kondisi adanya aliran deras darah memasuki
dan bertahan di penis. Proses ini dapat terhambat karena berbagai hal
(kondisi pembuluh darah, efek alkohol yang berlebihan, efek samping
pengobatan, diabetes, fungsi syaraf yang abnormal, kekurangan hormon,
operasi pengangkatan prostat karena kanker, merokok, yang sesungguhnya
bisa diobati. DE dengan kasus psikologis hanya sekira 20 persen.
Mitos : Kesulitan ereksi akan berlalu
Fakta : Disfungsi
ereksi adalah persoalan medis dengan solusi pengobatan. Sama halnya
dengan terapi yang harus kita terima untuk mengobat kondisi seperti
tekanan darah tinggi, kita juga harus mengobati DE.
Bila
dibiarkan tidak diobati, DE dapat menimbulkan konsekuensi psikologis,
termasuk perasaan malu, kehilangan atau minder. Lebih jauh lagi,
disfungsi ereksi yang terjadi di setiap tahap usia dapat diobati apapun
penyebabnya, fisik atau psikis.
Mitos : Disfungsi ereksi tidak berpengaruh pada kesehatan dan mulai belajar menerima kondisi ini.
Fakta : Disfungsi
ereksi bisa menjadi sumber stres emosi yang mengarah pada minder,
kehilangan atau menurunkan rasa percaya diri, kecemasan dan depresi.
Sayangnya,
rasa malu dan keengganan untuk berdiskusi mengenai kesehatan seksual
secara terbuka seringkali dijumpai dalam kasus disfungsi ereksi yang
tidak terdiagnosis dan terobati.
Lebih jauh lagi, kesulitan
ereksi, terutama DE terkait dengan kasus penyakit yang mungkin saja
berbahaya bila tidak diobati. Sehingga penting bagi pria untuk mencari
bantuan kesehatan bila mengalami masalah disfungsi ereksi.
Mitos : Disfungsi ereksi hanya memengaruhi pria
Fakta : Jika
DE tidak dengan seksama, pasangan dalam berhubungan juga akan
merasakannya. Kecenderungan untuk menghindari kontak seksual seringkali
menyebabkan partner merasa tidak lagi dicintai, tidak diinginkan dan
tidak menarik lagi. Kegagalan dalam mengomunikasikan atau mengetahui
permasalahan bisa mengakibatkan depresi, kecemasan, dan kurangnya rasa
kepercayaan diri balik pada pria maupun pasangannya.
Mitos : Pria harus mengunjungi dokter berulang kali sebelum akhirnya memulai terapi
Kenyataan : Dalam
beberapa kasus, konsultasi tunggal mungkin merupakan hal yang terjadi
pada pria yang langsung memulai terapi atas kasus DE yang dialaminya.
Mitos : Tidak ada gunanya mencari pengobatan karena Disfungsi Ereksi tidak mudah diobati
Kenyataan :
Pada sebagian besar kasus, DE bisa secara sukses diobati. Karena itu
penting untuk para pria mencari pertolongan dokter sehingga mereka bisa
menolong diri sendiri, pasangan dan menyelamatkan hubungan dari
kegagalan.
Mitos : Mencari pertolongan untuk kesulitan ereksi meliputi tes yang memalukan dan tidak nyaman
Fakta : Beberapa
pria menemui kesulitan untuk berdiskusi tentang persoalan yang
dihadapi, terutama permasalahan yang terkait kesehatan seksual.
Kesulitan
ereksi, berhubungan kuat dengan persoalan budaya atas potensi, sukses,
dan kejantanan, yang seringkali dilingkungi oleh budaya diam.
Meskipun seringkali memalukan untuk pria membicarakan masalah seksual
dengan dokternya, mencari pertolongan untuk DE bisa cukup bermanfaat.
Dokter
biasanya melaksanakan sejarah kesehatan seiring sejarah seksual, dan
akan mempertanyakan beberapa hal terkait gaya hidup. Hanya beberapa
pemeriksaan standar kesehatan yang biasanya dibutuhkan, termasuk
mengambil darah. Tes laboraturium pada contoh darah dan urin akan
membantu mengidentifikasi beberapa kasus medis yang mungkin membutuhkan
terapi.